KOMPLEK MAKAM ISLAM TRALAYA
A. Sejarah Komplek Makam
Data Arkaeologis menunjukkan bahwa Islam sudaha ada di Jawa pada akhir abad ke XI M. data tersebut berupa prasasti kubur yang terdapat di makam kuno di Laren (Gresik), dan menyenangkan nama seorang wanita yaitu Fatimah binti Maimun bin Hibatalla, yang meninggal pada tanggal 7 Rajab 475 H – 25 November 1082 M (Moquette, 1921, 397). Prasastitersebut membuktikan bahwa pada sekitar abad XI M sudah ada suatu komunitas Islam di sekitar Gresik. Kemudian selam kurang lebih 300 tahun tidak ada bukti-bukti material tentang keberadaan Islam di Jawa. Baru pada abad XIV M muncul bukti-bukti material tentang keberadaan Islam di Jawa. Artefak-artefakitu adalah nisan-nisan bertulis yang ditemukan di Tralaya (Trowulan Mojokerto). Sementara itu ada wilayah Aceh tepatnya di daerah Samudra pada abad XIII Msudah berdiri suatu kerajaan yang bercorak Islam. Hal ini dapat dilihat dari batu nisan kepala suatu makam yang ditemukandi Blang Me. Nisan yang berprasasti huruf Arab tersebut memuat nama as-sultan al-Malik al-saleh yangmeninggal pada tahun 696 H – 1297 M .[1]
Situs Tralaya sudah dikenal sejak abada XVIII, tetapi para ilmuwan belum menyadari nilai penting nisan-nisan kuno yang didaptkan sebagai contoh dalam NBG 1 Februari 1887 tentang tulisan Arab pada batu nisan di Tralaya M.L.W.C van dan Berg, yang dikutip oleh Damais menjelaskan bahwa tulisan itu sangat jelek. Dengan demikian berarti bahwa tulisan Arab tersebut ditambahkan kemudian[2]di samping itu, ia dan veth juga memperkirakan bahwa nisan-nisan tersebut berasal dari bangunan-bangunan Hindu.[3] Bahkan ada yang menyatakan bahwa situs Tralaya tidak mempunyai nilai strategis.[4] Baru L. Ch. Damais 1975 yang melihat arti pentingnya nisan-nisan kuno di Tralaya itu bagi pengetahuan tentang pergantian agama dan proses di Jawa, khususnya di Majapahit.
Makam-makam Islam kuno di wilayah kota Majapahit sebagian besar terkonsentrasi di situs Tralaya yang terletak pada112 20’BT dan 735’ LS. Secara administratif situs tersebut termasuk dalam wilayah kelurahan Sentono rejo, Kecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto. Menarik perhatian bahwa kurang lebih 500 m di sebelah Tralaya terdapat toponim kedaton dan sisa-sisa lantai yang tersusundari ubin-ubin bata berbentuk segi enam. Dengan demikian juga diduga bahwa lokasi makam ini adalahdi selatan kraton Majapahit. Sebelum PD II disebutkan bahwa situs ini ditimbuhi banyak pohon jati, sehingga susunannya teduh. Suasana di atas tidak bisa dijumpai lagi sekarang itu disebabkan karena pohon-pohon jati banyak yang ditebang pada masa pendudukan Jepang,.
Makam-makam kuno di Tralayatidak berada dalam satu kelompok dengan tata letak yang jelas dan teratur, melainkan tersebar di wilayah seluas kira-kira 125 x 100 m. Ada diantara makam-makam itu yang berada dalam kelompok-kelompok kecil yang dikelilingi pagar abatu atau dinaungi cungkub. Akan tetapi sebagian lagi berupa makam-makam soliter, berpencar, atau terbuka. Meskipun demikan, makam-makam dengan nisan-nisan yang berprasasti maupun yang polos dapat dikelompokkan berdasarkan lokasinya, yakni :
1. Kelompok Makam Sembilan, yang terdiri dari sembilan makam dengan nisan tipe Tralaya yang berukuran besar.[5]
2. Kelompok makam di selatan makam Sembilan terdiri dari beberapa makam soliter. Ada yang diberi pagar keliling dan juga ada yang tidak dilkelilingi oleh pagar.
3. Kelompok makam bercungkub. Yang diberi pagar keliling terdapat empat makam dalam dua cungkub, serta sejumlah makam lain tersebar diluar cungkub.
4. Kelompok makam dan nisan di halaman masjid, satu diantaranya ada di dalam cungkub.
5. Kelompok makam tujuh.
6. Kelompok makam umum di selatan dan timur makam tujuh. Di sini tersebar beberapa makam kuno, tiga di antaranya memuat prasasti.
7. Kelompok makam di selatan makam umum. Di lading sebelah selatan makam umum terdapat enam makam kuno dengan dengan lokasi yang tersebar.
Keberadaan beberapa kelompok makam dengan pagar-pagar keliling batu kiranya juga perperlu mendapat perhatian, karena hal tersebut sudah dikemukakan dalam tulisan-tulisan abad XIX.[6] Mungkinkah pengelompokan itu sudah terjadi sejak awal. Di samping itu juga muncul pertanyaan : apakah penegelompokkan itu menunjukkan adanya hubungan kekeluargaan? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Apalagi dari batu-batu nisan Tralaya hanya satu yang memuat nama : bada qabru Zaini’ddin fi hijart nabi 874. Di duga batu nisan di Tralaya jumlahnya lebih banyak lagi, mengingat dalam survey yang baru-baru ini dilakukan dan ditemukan kembali 10 batu nisan, baik yang masih terpasang, terpendam, disimpan di Balai Penyelamat benda-benda purbakala, maupun yang berserakan di halaman masjid.
Sebenarnya di situs Tralaya didapatkan pula balok-balok batu yang memuat angka tahun dengan huruf jawa kuno pada salah satu sisinya. Akan tetapi balok-balok batu berprasasti pendek ini masih diragukan fungsinya sebagai nisan kubur, mengingat bentuknya lebih dekat kepada batu-batu candi, meskipun ada beberapa abalok atau prasasti digunakan sebagai “ batu nisan” pada “makam” tokoh legenda di wilayah Tralaya dari bentuknya, nisan-nisan Tralaya cukup dan dapat dipilih menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Berbentuk lengkung kala mekara
2. Beberbentuk segi empat berujung akola berpangkal semacam antifeks
3. Berbentuk segi empat dengan tonjolan
4. Bertingkat
Meskipun terdiri atas empat kelompok, bagian pasaknya sama bentuknya, yaitu segi lurus dari k, ada aki nisan. Jadi berbeda dengan nisan kuno lain yang pasaknya biasanya lebih dari pada ukuran kaki nisan.
Adapun motif hiasan yang diterangkan juga beda jenisnya, tapi semuanya bergaya jawa kuno hias yang dipakai antara lain adalah :
1. Surya Majapahit yang terdapat berbagai ragam hias, flora, kropak diikat pita dengan motif pinggir awan. Ada pula salah satu nisan di Balai penyelamatan vitrin 106, yang memuat rilef. Mjapahit yang mengelilingi lingga. Menarik perhatian bahwa nisan di vitrin 106 Balai Penyelamatan nisamn dengan ukiran motif surya Majapahit hanya terdapat di kelompok tujuh.
2. Folra berupa sulur-suluran geometris berupa tumpal, segi pinggir awan.
3. Geometris berupa tumpang, pinggir awan
Penting pula untuk diamati prasasti yang dipahatkan pada batu nisan di Tralaya, berdasarkan huruf yang dipakai, ada dua jenis yaitu :
1. Dengan huruf jawa kuno. Bahwa huruf/angka hanya digunakan untuk angka tahun yang umum terdiri atas empat angka. Angka-angka tahun ituadalah Saka, seperti nisan VI memuat tahun 1928 S, nisan vitrin 106 memuat angka 1349 S dan nisan I memuat angka 1397 S.
2. Dengan huruf Arab. Huruf Arab pada prasasti-prasasti kubur di Tralaya dipergunakan terutama untuk menuliskan ungkapan-ungkapan keagamaan seperti :
a) Kalimat tauhid pada nisan I, II, III.
b) Kutipan ayat-ayat alqur’an misalnya surah Al – Imran ayat 185 pada nisan IV, surah Al – Imran ayat 18 pada nisan V.
c) Do’a permohonan ampun, pada nisan V.
d) Formula pengagungan dengan tanda-tanda sufistik, pada nisan X, ayat 18 dan 185 dari surah Al – Imran.
Kesemuanya itu berhubungan dengan keimanan seseorang, kematian. Kekuasaan, dan keagungan Tuhan dan ampunan-Nya. Namun, ada satu nisan dengan prasasti berhuruf Arab yang isinya tidak termasuk dalam kategori di atas, karena hanya menyatakan nama si mati dan tahun meninggalnya. Meskipun demikian, nisan ini penting sebab saat ini di antara nisan-nisan Tralaya hanya nisan IX ini yang memuat nama. Sesungguhnya nisan kepala pada makam VII juga meneyebut : “…bada qobrul (mar) bumi ‘ila rahmatihi…”[7] yang artinya….”ini makam almarhum atas rahmat ….”sayang batu nisan ini ditemukan dalam keadaan terpotong, sehingga nama si mati tidak dapat diketahui.
Diketahui ada 10 makam di Tralaya prasasti yang pada nisannya memuat angka tahun. Adapun pertanggalan yang dipakai itu memakai dua system, yaitu Saka dan Hijriah. Di antara ke 10 makam hanya ada satu yang menggunakan kalender hijriah, yaitu nisan IX. Pada nisan tersebut tercantum angka 874 H.[8] 1469 M[9]. Sembilan nisan yang lain memuat angka tahun saka yaitu berturut-turut[10]:
v Nisan VI : 1298 S = 1,376 M
v Nisan V : 1302 S = 1380 M
v Nisan IV : 1329 S = 1407 M
v Nisan II :1340 S = 1418 M
v Nisan III : 1349 S = 1467 M
v Nisan VIII : 1389 S = 1475 M
v Nisan I : 1397 S = 1475 M
v Nisan X : 1533 S = 1611 M
Nisan X tersbut di atas menarik perhatian, karena angka tahunnya dituliskan dengan abjad Arab yang mempunyai nilai angka. Empat abjad yang bernilai angka itu ditulis satu lingkaran kecil, dan dibaca berlawanan dengan arah jarum jam : huruf gbyan bernilai 1000, tsa bernilai 500, lam nilainya 30, dan , dan jim bernilai 3.[11] Lam, Angka tahun 1533 S = 1611M, yang mengindikasikan tahun meninggalnya almarhum, itu sudah berarti masuk dalam masa Mataram Islam yaitu masa pemerintahan panembahan Seda ing Krepyak 1601-1613.[12] Berarti setelah Majapahit runtuh, wilayah kota Majapahit tetap dihuni, dan pada tahun 1611 M salah seorang penghuninya adalah seorang muslim yang meninggal serta dimakamkandi pemakaman yang sudah mulai digunakan kurang lebih 300 tahun sebelumnya. Dapat diduga bahwa pemlik nisan X adalah seorang terkemuka dan mempunyai hubungan denganorang-orang yang dimakamkan lebih dahulu di Tralaya.
Ditilik dari gaya tulisan apada nisan-nisan yang bertulis di Tralaya, tampak bahwa huruf-hurufnya sederhana dan kaku, bahkan pada beberapa prasasti, misalnya nisan kepala makam 1, terlihat kesalahan-kesalahan dalam penulisan kata-kata dan koma. Kenyataan ini mencerminkan bahwa pemahat prasasti-prasasti tersebut belum terbaiasa menuliskan huruf-huruf Arab. Dari sisi yang lain, kesalahan tulis tersebut tidak berjalan sejajar dengan kronologi nisan. D475 M dengan kata lain, bukan hanya nisan berangka tahun tua saja yang mengandung kesalahan tulis, tetapi juga nisan yang yang berumur lebih muda. Contoh dapat dibandingkan nisan VI dan nisan I sebagai berikut :
Ø Nisan VI berangka tahun 1298 S = 1367 M memuat do’a : Allahumma innaka ‘afuwwun tahibbu (sic. Seharusnya tuhibbu) Tafwafa ‘fuanni.
Ø Nisan I berangka tahun 1397 S = 1475 M memuat : La ilaha (sic. Seharusnya : rasulu) Allahu.
Keadaan yang bertolak belakang dapat dilihat dari pada ukiran yang berupa ragam hias dan angka-angka Jawa kuno. Keduanya tampak luwes dan tidak mengandung kesalahan.
B. Deskripsi Komplek Makam
1. Lokasi
Komplek makam Islam Tralaya terletak di Dukuh Sidodadi desa Sentonorejo Kec. Trowulan Kab. Mojokerto.[13] Menurut Greoeneveldt, sekitar komplek makam Islam Tralaya (saat ini), pada masa era kejayaan Majapahit merupakan tempat pemukiman masyarakat muslim, terutama yang dating dari Asia Barat.[14]
Tralaya yang terletak kurang lebih 15 km. Di sebelah barat Mojokerto adalah suatu daerah yang banyak menyimpan kepurbakalaan dari masa awal penyebaran Islam Jawa. Dari benda-benda (purbakala) itu dapat diungkap perkembangan Islam pada masa Majaphit.
Komplek Makam Islam Tralaya menempati areal tanah kurang lebih 2 Ha, berukuran lj. 100 m2 (utara – selatan) dan lk 200 m2 (timur – barat) yang berpemampang segi panjang.[15] Adapun batas-batasnya :
1. Sebelah utara : Desa Sentonorejo
2. Sebelah timur : Jalan desa dan Dukuh Sidodadi
3. Sebelah selatan : Desa Paka
4. Sebelah barat : Persawahan penduduk
Secara keseluruhan komplek makam makam Islam Tralaya dapat dikelompokkan dalam dua bagian : yaitu sebelah barat (belakang masjid?) dan sebelah timur (depan masjid). Letak kelompok makam yang berada di depan masjid oleh masyarakat dihubungkan dengan tokoh-tokoh penyebar Agama Islam, sedangkan letak komplek makam yang berada di belakang masjid oleh masyarakat dihubungkan dengan pejabat kerajaan atau keturunan Majapahit. Adapun yang membagi komplek makam Islam Tralaya tersebut adalah bangunan masjid dan beberapa rumah penduduk yang relative masih bangunan baru.[16]
2. Tata Letak dan Bentuk Bangunan
Komplek makam Islam Tralaya menempati areal lebih 2 Ha, dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian depan masjid dan dibelakang masjid.
1. Kelompok Makam di depan masjid
Kelompok makam di depan masjid, masing-masing adalah :
1.1 Komplek petilasan walisongo : Berada di halaman paling depan, dikelilingi pagar tembok hamper berbentuk segi lima dengan pintu masuk di sebelah selatan. Di dalamnya terdapat Sembilan makam dengan tata letak yang beraturan (tidak berjejer secara rapi). Komplek ini menempati areal tanah 10 x 8 m2, ,msekipun wujudnya makam, namun menurut masyarakat setempat dan juru kunci komplek ini lebih tepat disebut “petilasan” bukan pekuburan. Menurut cerita tradisi masyarakat setempat, makam-makam ini hanya berfungsi sebagai pertanda atau peringatan bahwa ditempat ini pernah digunakan oleh orang penyebar Islam (wali) untuk musyawarah, mengajarkan agama dan merumuskan rencana untuk menyebarkan agama Islam ke seluruh wilayah Majapahit khususnya di kalangan lingkungan keratin. Jadi sama sekali bukan pekuburan para wali.[17]
Dipandang dari tata letak dan seni bangunannya, kelompok makam Sembilan ini tidak mengandung hal-hal yang istimewa. Pagar tembok yang mengelilingi, gudukan tanah makam petilasan dan juga yang jika hanya dibentuk dari tanah yang ditinggikan dengan diberi tembok pendek di sekelilingnya (sekedar untuk menjaga agar gudukan tanah tidak rusak) semuanya mengesankan bersifat baru. Berdasarkan ini mungkin sudah diperkirakan bahwa bangunannya (petilasannya) itu ditunjukkan hanya untuk menambah nilai dan fungsi makam yang didalamnya terdapat makam para da’I (penyebar) Islam serta untuk mengukuhkan kedudukan Tralaya sebagai tempat yang pernah menjadi sentral kegiatan dakwah islamiyah di masa Majapahit. Pada sisi lain, bias jadi pembangunan petilasan walisongo ini menunjukkan bahwa kerajaan Majapahit mempunyai toleransi cukup besar bagi munculnya agama atau keyakinan baru. Menurut juru kunci nama-nama pada petilasan wali songo itu adalah :
1. Said Abdurrahman bin Maghribi
2. Said Ibrahim Asmoro
3. Said Abdul Qadir Jaelani
4. Said Maulan Ishak
5. Sunan Bayat
6. Sunan Demak
7. Sunan Kalijaga
8. Sunan Bejagung
9. Sunan Geseng[18]
1.2. Cungkup Kubur Temu
Pada bangunan cungkup kubur telu ini, dibuat dari kayu tanpa hiasan didalamnya terdapat tiga makam maka disebut makam telu, antara lain : tertulis nama Syekh Abdul Qadir Jaelani Sini, Syekh Maulana Sekah, Syekh Maulana Ibrahim. Kalau dihitung dari arah kiblat, kubur telu berada di belakang Sayyid Jumadil Kubro, posisi demikian dapat dimengerti sebab menurut cerita rakyat ketiga orang yang dimakamkan dikubur telu itu adalah murid-murid Sayyid Jumadil Kubro.[19] Ketiganya berdasarkan cerita rakyat adalah penduduk asli atau setempat. Sumber itu boleh jadi benar adanya dengan dalih nama-nama seperti Maulana Sekah. Maulana Ibrahim pada masa itu menjadi idola, itu karena si empunya mempunyai reputasi yang tinggi. Maulana Sekah/ Ishak dikenal sebagai tokoh Islam dari Blambangan.[20] Sedangkan Maulana Malik Ibrahim adalah tokoh penyebar Islam di Jawa.[21]
1.3 Cungkup Makam Syekh Jumdil Kubro
Dalam satu cungkup tersendiri, dibuat dari kayu tanapa hiasan. Didalamnya terdapat sebuah makam , maka disebut kubur tunggal yaitu makam Syekh Jumadil Kubro yang terletak lebih kurang 3 meter kea rah barat laut dari kubur telu. Menurut A.S. Harahap yang dimuat dalam buku sejarah penyiaran Islam di Asia Tenggara, beliau menerangkan bahwa Syekh Jumadil Kubro adalah seorang mubaligh Islam bangsa Arab.[22] Beliau dimakamkan di Tralaya Trowulan Mojokerto.[23] Menurut KH.Saifuddin Zuhri, Syekh Jumadil Kubro adalah ayah Maulana Malik Ibrahim.[24] Sedangkan menurut Thomas W. Arnold, Syekh Jumadil Kubro adalah seorang tokoh Islam yang semasa dengan Raden Rahmat (Sunan Ampel).[25]
Sedangkan menurut cerita rakyat setempat bahwa Syek Jumadil Kubro adalah seorang yang dianggap pioneer dalam usaha Islamisasi disekitar ibu kota Majapahit.[26]
Demikianlah kedudukan Syekh Jumadil kubro, beliau banar-benar diakui masyarakat, sehingga muncul anggapan bahwa tidaklah wajah bagi para peziarah wali songo jika tidak terlebih dahulu ziarah ke makam Syekh Jumadil; Kubro di Tralaya Trowulan Mojokerto.
1.4 Makam Syekh Ngudung/ Sayyid Utsman
Dalam satu cungkup berdinding kayu tanpa hiasan terdapat sebuah makam panjang diberi nama makam Syekh Ngudung, terletak di depan Masjid sebelah utara. Menurut bentuk makam itu dilihat sebagai makam panjang, karena bentuk bangunannya begitu panjang melebihi ukuran orang lain. Mungkin bentuk bangunan panjang itu sebagai penghormatan kepada tokoh yang yang bersangkuta. Jadi dapat disimpulkan, bahwa petilasan ini adalah sebagaitokoh penyebar agama Islam di Majapahit.[27]
2. Kelompok makam di Belakang Masjid
2.1. Kubur makam Panggung
Pada makam panggung terdapat makam yang diberi nama R.A. Kencono Wungu dan R.A. Anjasmoro, keduanya dalam satu cungkup yang permanen terletak di barat atau di belakang masjid. Dalam makamnya menempati areal tanah seluas lebih kurang 7 x 6 m2. Sebenarnya pada makam ini tidak ada barang yang kuno yang bernilai sejarah,hal ini bias dilhat daricungkupnya sendiri yang berbentuk limas dibangun pada tahun 1958 M. Juga pintu gapuro meskipun diusahakan meniru model paduraksa tapi hanya dibagian nisan kaki kedua makam itu terpahat tulisan angka tahun jawa.[28]
2.2. Kubur Pitu
Pada kubur pitu dibatasi tembok dari batu bata merah tanpa atap terletak lebih kurang 20 meter dari kubur panjang. Makam tersebut dinamakan kubur pitu, karena jumlah makam yang ada didalam sebanyak tujuh makam, ketujuh makam tersebut terbagi dua dalam deret : lima makam bagian utara, sedangkan dua makam ada dibagian selatannya. Adapun nama makam yang ada di bagian utara antara lain : Pangeran Noto Suryo, Noto Kusumo, Gajah Permodo, Sabdo palon, dan Noyo Genggong. Adapun yang dua makam disebelah selatannya adalah : Polo Putra dan Eman Kinasih.
Baik pada tembok maupun bentuk makam yang ada di komplek ini tidak menunjukkan cirri-ciri kekunoan. Pagar tembok tanpa atap memang merupakan bangunan baur, unsure kuno yang hanya ditemukan pada nisan makam. Mungkin nisan-nisan itu dianggap sebagai peninggalan kerajaan Majapahit, karena pada sebagian nisan di samping ada hiasan berupa relief sinar matahari atau motif surya juga ada ornament berupa inskripsi huruf Arab.
[1] Moqueete, 1994 : 10-11.
[2] Damais, 1975 : 189.
[3] Ibid 360, 366.
[4] Krom, 1923 : 189.
[5] Hasan Muarif Anbary, 1984 : 353 – 354.
[6] Lihat Veth, 1887 : 212.
[7] Damais, 1957 : 404.
[8] Damais, 1957 : 407 : 408.
[9] Wustenfeld, 1845 : 36.
[10]Damais, 1957 : 392 – 410.
[11] Damais, 1957 : 409.
[12] Ricklef, 1974.
[13] Berdasar denah peta desa Sentonorejo Kec. Trowulan Kab. Mojokerto.
[14] Soejatmi Satari, Beberapa Data Sebagai Sumbangan Untuk Penelitian Bekas Kota Majapahit, Pertemuan Proyek penelitian dan Peninggalan Dep. Dik. Bud, 369.
[15] Lihat denah Gambar komplek Makam Islam Tralaya.
[16] Hasil observasi tanggal 2-3 Januari 1898.
[17] Hasil observasi dan hasil keterangan dari bapak Sanusi (juru kunci); pada tanggal 5 Januari 1980.
[18] Hasil observasi dan dari keterangan Bapak Sanusi (Juru Kunci makam Tralaya); pada tanggal 5 Januari 1980.
[19] Hasil observasi dan dari keterangan Bapak Sanusi (Juru Kunci makam Tralaya); pada tanggal 8 Januari 1989.
[20] A.S. Harahap, Sejarah Penyiaran Agama Islam di Asia Tenggara, Islamiah, Medan, 1951, 34.
[21] Sayyid Alwi bin Thohir Al Haddad, Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh, Diterjemahkan Dziyah Shahab, Al Maktab Addami, Jakarta, 1957, 46.
[22] A.S. Harahap, op.cit, 33.
[23] Sejarah dan Dakwah Ismiah Sunan Giri, Lembaga Research Islam Leluhur, Malang cet. Kesatu, 1975, 64-65.
[24] Saifuddin Zuhri, Sejarah Islam Indonesia, Bandung : Al Ma’arif, 1982, 266.
[25] Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam (terj), Jakarta : Wijaya, 1975, 323.
[26] Hasil observasi dan keterangan dari tokoh masyarakat pada tanggal 10 Januari 1989.
[27] Ibid, pada tanggal 11 Januari 1989.
[28] Hasil observasi pada tanggal 12 Januari 1989.

Salam kenal Mas, boleh tau apa ada foto dari prasasti Fatimah Binti Maemun
BalasHapus